Jakarta (Greeners) – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) membangun ekosistem Ekonomi Nusantara di 28 provinsi di Indonesia. Ekonomi Nusantara merupakan model ekonomi restoratif dengan mengutamakan kedaulatan masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya alam dalam rangka memulihkan alam Indonesia.
Walhi menyampaikan, penerapan Ekonomi Nusantara dengan membangun jejaring promosi dan pemasaran hasil bumi lebih dari 1,3 juta lahan. Sebaran area ini terdapat di 28 provinsi dengan melibatkan lebih dari 199.767 kepala keluarga.
Sementara itu, secara alami, Ekonomi Nusantara menumbuhkan ekosistem baru yang di dalamnya berupa jaringan ekonomi komoditas oleh komunitas dari wilayahnya. Tujuannya untuk memulihkan hak-hak rakyat, ekosistem, dan ekonomi.
BACA JUGA: Pemulihan Ekonomi Bali Melalui Restorasi Terumbu Karang Skala Besar
Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Zenzi Suhadi juga menekankan urgensi peralihan ekonomi eksploitatif berprinsip kapitalisme, pada ekonomi yang membawa perbaikan pada alam dan masyarakat.
Menurut Zenzi, Hari Bumi menjadi titik balik bagi penanganan krisis iklim akibat ekstraksi lingkungan yang bertentangan dengan aspek ekologi dan sosial, dengan mengatasnamakan pertumbuhan ekonomi. Ekstraksi lingkungan tersebut telah menyebabkan ketimpangan sosial-ekonomi semakin tinggi, sementara keanekaragaman hayati berangsur hilang.
“Skema Ekonomi Nusantara mendukung praktik-praktik ekonomi lokal yang berkelanjutan dan menyatukan nilai-nilai ekologi, sosial, dan ekonomi secara seimbang,” kata Zenzi di Jakarta, Senin (29/4).
Penggerak Ekonomi Terletak pada WKR
Zenzi memaparkan, roda penggerak dari Ekonomi Nusantara terletak pada pengakuan dan perlindungan Wilayah Kelola Rakyat (WKR). WKR merupakan mekanisme pengelolaan wilayah tertentu yang integratif dan partisipatif, baik dalam aspek kepemilikan, konsumsi, tata kelola, dan produksi.
Dengan demikian, WKR mampu menguatkan kedaulatan wilayah Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal (MAKL) atas pengelolaan sumber daya alam.
“WKR menjadi pondasi sekaligus kunci bagi Walhi dalam menciptakan ekosistem Ekonomi Nusantara sebagai upaya mendorong kemandirian ekonomi komunitas. Hal itu sekaligus meningkatkan kedaulatan pangan dan energi dengan mengurangi emisi dan menyerap karbon,” tambah Zenzi.
Ekonomi Nusantara Solusi Krisis
Berdasarkan laporan penelitian Walhi yang bertajuk “Ekonomi Nusantara: Tawaran Solusi Pulihkan Indonesia” pada tahun 2019-2021, menunjukkan bahwa praktik Ekonomi Nusantara tetap eksis dan menopang kehidupan rakyat.
Penelitian itu terlaksana di lima lanskap. Di antaranya gambut, hutan dataran tinggi, perbukitan hutan dataran rendah dan pesisir di Sumatera Selatan, Bengkulu, Bali, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur.
“Di tingkat tapak, praktik Ekonomi Nusantara hanya mungkin dilakukan dengan baik, jika ada pengakuan dan perlindungan wilayah kelola rakyat. Sampai saat ini, Walhi mendampingi 1,3 juta lahan yang dikelola oleh komunitas,” papar Zenzi.
BACA JUGA: Kolaborasi Riset Pangan dan Green Energy di InaRI Expo 2022
Dari pendampingan tersebut, Walhi berhasil mengidentifikasi 77 jenis sumber pangan dan komoditas potensial sebagai sumber kesejahteraan komunitas, basis pembangunan ekonomi nasional, dan pangan global.
Perwakilan dari Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Bayang Bungo Sumatera Barat, Sri Hartati pun bercerita. Sri mengatakan bahwa praktik Ekonomi Nusantara telah menghasilkan produk turunan dari tanaman hutan, yakni sirup pala.
“Produk ini menjadi unggulan pemerintah Nagari Kapujan. Bahkan, berhasil menjuarai Kompetisi Produk UMKM tingkat Kabupaten Pesisir Selatan,” ujarnya.
Pengakuan WKR Terbukti Efektif
Ketua Umum Badan Pengurus Nasional Asosiasi Pengelola Perhutanan Sosial Indonesia (AP2SI), Roni Usman, menekankan pengakuan dan perlindungan wilayah kelola rakyat efektif memulihkan lingkungan dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Hal itu setidaknya bisa terbukti di Desa Ibun, Jawa barat.
Izin pengelolaan Perhutanan Sosial yang KLHK keluarkan pada tahun 2017 telah terkelola secara bertanggung jawab oleh komunitas Desa Ibun. Kawasan hutan yang dahulunya hanya ditumbuhi ilalang dan rentan kebakaran, kini warga kelola dengan memadukan kopi dengan tanaman hutan.
“Saat ini, lebih dari 60% kawasan hutan yang dulunya terbuka telah hijau kembali. Di saat bersamaan, kopi yang masyarakat tanam menjadi sumber pendapatan baru,” ungkapnya.
Pengakuan dan perlindungan terhadap WKR menjadi pondasi yang krusial dalam mewujudkan visi Ekonomi Nusantara yang berkelanjutan dan berpihak kepada masyarakat lokal. Hal ini juga terbukti dari pulihnya lingkungan dan meningkatnya kesejahteraan warga ketika warga mendapat hak pengelolaan.
Oleh karena itu, pengakuan dan perlindungan terhadap WKR perlu jadi prioritas. Hal ini sebagai langkah strategis dalam menjaga keberlanjutan ekonomi, ekologi, dan sosial di Indonesia.
“Inilah cara Indonesia menjadi pemimpin iklim. Bahkan, telah memberikan contoh kepada negara-negara lain tentang cara mengembangkan ekonomi yang adil dan merata,” ujarnya.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia