Mengenal Pompa Barsha dan Memasak Garam di Desa Kadahang

Reading time: 3 menit

 

Memasak garam menjadi aktivitas yang dilakukan secara turun-temurun oleh warga Desa Kadahang, Sumba Timur. Foto: dok. Ekspedisi Sumba 2015

Memasak garam menjadi aktivitas yang dilakukan secara turun-temurun oleh warga Desa Kadahang, Sumba Timur. Foto: dok. Ekspedisi Sumba 2015

Memasak Garam

Tim Ekspedisi Sumba juga berkesempatan mencoba bagaimana cara 20 persen warga yang berprofesi sebagai petani garam tradisional di desa yang terletak di pesisir Sumba Timur ini bekerja. Alli Jangga Peka, Sekretaris Desa Kadahang, menyatakan bahwa antara Juni hingga November merupakan waktu bagi para petani garam di sana untuk memasak garam.

Tanah garam yang mengering di pantai mereka campur dengan air laut untuk mendapatkan larutan yang mereka sebut “air tua”. Air tua inilah yang kemudian mereka masak hingga menjadi kristal-kristal garam.

“Walau aktivitas memasak garam ini telah dilakukan secara turun-temurun, namun ini hanya aktivitas sementara karena hanya bisa dilakukan pada musim kering. Sedangkan, saat musim hujan banyak orang kembali bertani dan berkebun,” ungkap Alli.

Joyce Marianne van Rooij, salah satu peserta Ekspedisi dari Rotterdam, Belanda mengakui bahwa sangat sulit untuk hidup dalam kondisi seperti yang dialami oleh masyarakat Desa Dikira (desa yang dikunjungi sebelumnya) serta Desa Kadahang.

Apalagi, terusnya, jika dibandingkan dengan keadaan di Belanda, jelas ia merasakan bahwa harus ada sebuah gerakan untuk menginformasikan kepada masyarakat agar timbul perhatian dan kepeduilan terhadap masayarakat Sumba yang masih butuh akses akan air bersih dan energi, khususnya energi terbarukan.

Sebagai informasi, delapan orang yang tergabung dalam Ekspedisi Sumba 2015 adalah tim yang melakukan perjalanan untuk mengkampanyekan perubahan iklim dan energi terbarukan yang dikembangkan oleh Hivos, organisasi internasional pembangunan nirlaba non-pemerintah internasional. Kedelapan peserta tersebut adalah Dea Sihotang dari Cibubur, Novianus Efrat dari Jakarta, Saepul Hamdi dari Sukabumi dan Griksa Gunadarma dari Jakarta. Sedangkan tim dari Belanda ada Guido, Franka, Joyce dan Sylvia.

Penulis: Danny Kosasih

Top