Huma Indonesia Agendakan Diskusi Nasional Demi Penetapan Hutan Adat

Reading time: 2 menit
Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Jakarta (Greeners) – Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) Indonesia bersama dengan beberapa perkumpulan peduli lingkungan lainnya akan mengadakan sebuah Dialog Nasional bertajuk “Penetapan Hutan Adat Demi Terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat” pada tanggal 1 dan 2 Oktober 2014 mendatang.

Direktur Eksekutif Perkumpulan HuMa Indonesia, Andiko mengatakan tujuan dari diadakannya Dialog Nasional ini untuk mendesak pemerintah agar segera melakukan penetapan hutan adat agar implementasi terhadap putusan Mahkamah Konstitusi nomor 35 tahun 2012 segera terwujud.

“Penetapan hutan adat ini penting untuk menjamin kepastian hak-hak konstitusional masyarakat hukum adat atas wilayah atau hutannya,” ungkap Andiko dalam Diskusi Media jelang agenda Dialog Nasional tersebut, Jakarta, Jumat (26/09).

Andiko menerangkan bahwa dialog tersebut adalah tindak lanjut dari penelitian dan uji legal serta sosial yang telah dilakukan oleh HuMa Indonesia bersama perkumpulan peduli lingkungan lainnya.

Peneliti Perkumpulan HuMa Indonesia, Widiyanto. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Peneliti Perkumpulan HuMa Indonesia, Widiyanto. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Mengenai mekanisme riset, Peneliti Perkumpulan HuMa Indonesia, Widiyanto menjelaskan bahwa penetapan hutan adat tergantung pada subyek pemegang haknya, yakni masyarakat hukum adat tersebut.

“Penetapan hutan adat itu dilakukan berdasar Peraturan Daerah dan/atau Surat Keputusan Kepala Daerah,” jelas Widiyanto pada kesempatan yang sama.

Lokasi-lokasi riset identifikasi wilayah atau hutan adat, tambahnya, dilaksanakan di Mukim Lango, Kabupaten Aceh Barat dan Mukim Beungga, Pidie di Nanggroe Aceh Darussalam, Marga Serampas di Kabupaten Merangin di Jambi, Marga Suku IX di Kabupaten Lebong di Bengkulu, Nagari Guguak Malalo, Kabupaten Tanah Datar dan Nagari Simpang, Kabupaten Pasaman di Sumatera Barat, serta Suku Taa Wana di Morowali, Sulawesi Tengah.

Widiyanto menyatakan bahwa hasil dari uji legal tersebut dapat diketahui banyak masyarakat hukum adat yang telah diakui keberadaan hukumnya oleh Peraturan Daerah (Perda) atau Surat Keputusan (SK) Kepala Daerah.

Ia menyontohkan perda yang dikeluarkan oleh Kabupaten Morowali No. 13 tahun 2012 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Suku Tau Taa Wana, dan SK Bupati Luwu Utara No. 300 tahun 2004 tentang Keberadaan Masyarakat Adat Seko. Di beberapa tempat bahkan telah mengakui secara jelas mengenai keberadaan hutan adat, seperti di Kabupaten Merangin dan Kabupaten Kerinci di Jambi.

Sedangkan untuk masyarakat hukum adat yang akan didorong penetapan subyek dan wilayah adat termasuk hutannya adalah masyarakat adat Kasepuhan Karang di Kabupaten Lebak Banten, Tapang Sambas Kabupaten Sekadau dan Ketemenggungan Siyai di Kalimantan Barat, Masyarakat Kampung Muluy, Kabupaten Paser di Kalimantan Timur, Amatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba dan Masyarakat Adat Seko di Kabupaten Luwu Utara di Sulawesi Selatan, dan To Marena di Kabupaten Sigi.

“Implementasi penetapan hutan adat berdasarkan Putusan MK 35 tahun 2012 tersebut menurut kami sangat membutuhkan dialog antar institusi terkait, seperti Kementerian Kehutanan, Kementrian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah, Badan Pertanahan Nasional, serta masyarakat adat sendiri,” pungkasnya.

(G09)

Top

You cannot copy content of this page