Flora dan Fauna Indonesia, “Merdeka”kah dari Perubahan Iklim dan Deforestasi?

Reading time: 4 menit
perubahan iklim

Ilustrasi. Foto: wikemedia commons

Kegiatan deforestasi dan tindakan perusakan hutan dalam skala luas, memiliki pengaruh sangat besar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian 1 hektar hutan hujan setiap detik mempercepat laju kepunahan alami, lubang ozon dan kehancuran iklim (Ruray, 2012).

Sebagian besar pemangku kepentingan yang hanya mengetahui nilai produktif jangka pendek dari sumber daya tertentu saja. Umumnya pemanfaatan sumber daya sering dilakukan tanpa mempertimbangkan daya dukung lingkungannya.

Sebagai contoh, eksploitasi berlebih yang terjadi pada famili Dipterocarpaceae atau suku Meranti-merantian. Seperti dilansir Greeners.co edisi flora 18 Juli 2017, bahwa suku meranti termasuk kedalam daftar IUCN Redlist berstatus Kritis. Pohon yang berdiameter 50 cm dan menghasilkan buah yang unik ini, telah banyak dieksploitasi dalam skala besar untuk memenuhi permintaan pasar. Akibatnya, pohon tersebut sekarang sudah sulit ditemukan di hutan produksi.

Selain suku meranti-merantian, ada beberapa spesies flora langka dan dilindungi seperti ramin (Gonystylus spp.), jelutung (Dyera costulata), kempas (Koompassia malaccensis), ketiau (Ganua motlayana) dan nyatoh (Dichopsis elliptica) yang juga ikut terancam punah (Bappenas, 2003).

Disisi lain, di Indonesia juga terdapat banyak satwa hutan yang rentan dan tergolong memiliki adaptasi yang rendah terhadap perubahan iklim, salah satunya adalah jenis unggas Lophura bulweri (ICRAF, 2005). Lophura bulweri atau dalam penamaan lokalnya disebut Sempidan Kalimantan, adalah salah satu jenis burung endemik yang hanya terdapat di Kalimantan. Burung ini berstatus “rentan” dalam daftar IUCN karena populasinya menurun drastis. Selain diakibatkan oleh perburuan lokal, alasan utama penurunan Lophura bulweri adalah mereka kehilangan habitat fragmentasi akibat kebakaran dan penebangan hutan komersial.

Lophura bulweri mendiami bukit dan wilayah bawah hutan pegunungan tropis. Lophura bulweri berkembang biak dan membuat sarang di bawah lindungan banir (akar papan) pohon-pohon besar. Dengan banyaknya pohon-pohon berbanir yang ditebang maka kesempatan jenis ini untuk berkembang biak dengan baik menjadi semakin berkurang.

Adapun dari jenis serangga seperti kumbang pupuk (Coleoptera), semut (Hymenoptera), kupu-kupu (Lepidoptera), dan rayap (Isoptera) memiliki respon yang khas terhadap tingkat kerusakan hutan.

(Selanjutnya…)

Top