Penegakan Hukum Terhadap Perdagangan TSL Dilindungi Membuahkan Hasil

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Dupan Pandu/flickr.com

Jakarta (Greeners) – Upaya penguatan penegakan hukum oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kepolisian dalam memberantas pelaku perdagangan Tumbuhan Satwa Liar (TSL) dilindungi membuahkan hasil. Terbaru, lima orang berhasil ditangkap ketika melakukan transaksi penjualan sepasang gading dengan berat sekitar 46 kg di salah satu restoran di Pekanbaru pada Jumat, 20 Mei 2016 lalu.

Direktur Jendral Penegakan Hukum Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani menjelaskan, kelima tersangka dibekuk oleh tim gabungan yang terdiri dari Polda Riau, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (BPPH) Wilayah Sumatera seksi wilayah Riau dan BKSDA Jambi. Direskrimsus Polda Riau mengamankan tersangka dan barang bukti berupa satu pasang gading dan satu unit kendaraan bermotor untuk penyidikan.

“Satu pasang gading itu akan dijual kepada pembeli di Pekanbaru dengan harga Rp. 20.000.000/kg. Menurut pengakuan tersangka, gading tersebut berasal dari Aceh,” ujarnya, Jakarta, Jumat (27/05).

Selain gading gajah, pada 28 April lalu, tim gabungan juga berhasil menangkap dua pelaku pedagang dan pengepul satwa liar di Kecamatan Kuantan Mudik-Kuantan Singingi, Riau. Dari pelaku diantaranya diamankan satu kulit harimau lengkap dengan bagian tulang-tulangnya.

“Kedua pelaku kini masih menjalani proses penyidikan di Direskrimsus Polda Riau,” tutur pria yang akrab disapa Roy ini.

Saat ini, lanjutnya, KLHK tengah memperkuat pelacakan dan masih terus mempelajari jual beli TSL dilindungi melalui sistem daring (online). Menurut Roy, kasus perdagangan TSL dilindungi melalui daring sudah semakin marak dan sulit untuk dilacak. Ini dikarenakan para pelaku, penjual maupun pembeli, biasanya sangat tertutup dan sangat berhati-hati pada orang asing yang tidak mereka percayai.

Terkait penangkapan lima pelaku penjual gading gajah, Tandya Tjahjana, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, menyatakan, keberhasilan pengungkapan kasus perdagangan satwa dilindungi tersebut merupakan hasil koordinasi dan kerjasama yang baik dari penegak hukum lintas provinsi dengan dukungan berbagai pihak.

”Koordinasi ini akan terus ditingkatkan sebagai bentuk komitmen kami dalam menangani tindak kejahatan satwa liar untuk penyelamatan satwa yang dilindungi dari kepunahan,” tambahnya.

Riau selama ini menjadi rute perdagangan satwa liar baik dari kawasan Riau sendiri maupun dari provinsi lainnya di Sumatera. Sudah seharusnya koordinasi yang lebih intensif antar penegak hukum lintas sektoral dan wilayah ditingkatkan karena kegiatan ilegal perburuan dan perdagangan satwa liar termasuk bagian tubuh satwa liar masih marak terjadi di berbagai wilayah di Sumatera.

Pelaku tindak kejahatan satwa liar ini dijerat dengan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah.

Penulis: Danny Kosasih

Top