Rencana Pembukaan Perkebunan Tebu di Aru Dinilai Arogan

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Pemerintah dianggap telah melakukan pembohongan publik terkait rencana pembukaan perkebunan tebu di Kepulauan Aru. Sebelumnya, hutan alam di Kepulauan Aru sempat terancam hilang akibat adanya rencana pembukaan perkebunan tebu di wilayah ini.

Penggagas koalisi #SaveAru Jacky Manuputty mengutip pernyataan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, yang dimuat di salah satu media pada tanggal 18 juni 2015 lalu, menjelaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan tiga lokasi yang luasnya sekitar 500 ribu hektare untuk pembangunan perkebunan tebu di Indonesia. Tiga lokasi tersebut yaitu Kepulauan Aru, Merauke, dan Sulawesi Tenggara.

“Penetapan kembali Kepulauan Aru oleh Menteri Pertanian sebagai salah satu kawasan pengembangan industri gula di Indonesia Timur adalah suatu sikap arogan dan sepihak, tanpa memedulikan aspirasi masyarakat adat Aru yang telah dengan keras menolak rencana ini sebelumnya,” tegasnya kepada Greeners, Jakarta, Selasa (23/06).

Dengan adanya penetapan ini, lanjutnya, masyarakat adat Aru jelas merasa dibohongi oleh pemerintah. Ia pun menegaskan bahwa masyarakat Aru akan kembali menggerakan perlawanan terhadap penetapan sepihak ini dan pemerintah harus bertanggung jawab terhadap hal ini.

Senada dengan Jacky, Abdon Nababan selaku Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) pun menyatakan bahwa memasukkan kembali Kepulauan Aru sebagai target lokasi perkebunan tebu bertentangan dengan komitmen Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Menurut Abdon, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah berjanji tidak akan memperpanjang izin prinsip pelepasan kawasan hutan di kepulauan ini untuk dikonversi menjadi perkebunan.

Kehadiran perkebunan di Kepulauan Aru ini, lanjutnya, bukan hanya akan merusak ekosistem pulau-pulau kecil tetapi juga akan menimbulkan pelanggaran HAM terhadap Masyarakat Adat yang secara turun-temurun menguasai dan mengelola lahan pertanian dan hutan di kepulauan ini.

“Seluruh pulau-pulau kecil di Indonesia harus dibebaskan dari kegiatan eksploitasi alam skala besar seperti perkebunan, penebangan hutan dan pertambangan karena biaya sosial dan ekologis jangka panjang jauh lebih besar dari manfaat ekonomi jangka pendek,” tukasnya.

Sebagai informasi, sebelumnya, hutan alam di Kepulauan Aru sempat terancam hilang akibat adanya rencana pembukaan perkebunan tebu di wilayah tersebut. Pada tanggal 4 April 2014, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan ketika itu menyatakan bahwa pemberian ijin prinsip untuk ekspansi perkebunan tebu di Kepulauan Aru dibatalkan akibat ketidakcocokan lahan.

Hasil kajian Forest Watch Indonesia (FWI) menunjukkan terdapat 2,97 juta Ha lahan yang masih memiliki hutan alam dari 7,40 juta Ha total daratan di pulau-pulau kecil seluruh Indonesia. Dari total luas daratan di pulau-pulau kecil, 1,3 juta Ha atau 18% telah dibebani oleh izin investasi berbasis lahan, seperti HPH, HTI, perkebunan sawit, dan pertambangan.

Ancaman terbaru bagi hutan alam di pulau-pulau kecil juga datang setelah Kementerian Kehutanan mengeluarkan kebijakan tentang arahan lokasi untuk HPH, HTI, dan RE melalui Surat Keputusan No. 5984/Menhut-II/BPRUK/2014. Kebijakan ini mengalokasikan lahan untuk konsesi perusahan seluas 0.85 juta Ha yang tersebar pada 242 pulau kecil di selurah Indonesia.

Penulis: Danny Kosasih

Top