Virus Nipah Ditemukan di Kelelawar, Indonesia Perlu Waspada

Reading time: 2 menit
Peneliti meneliti kelelawar di laboratorium. Ada temuan virus nipah di kelelawar. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Indonesia perlu mewaspadai ancaman penyakit nipah, salah satu penyakit yang muncul imbas perubahan iklim. Meski di Indonesia kasus nipah pada babi dan manusia belum pernah dilaporkan, antibodi dan virus nipah pernah ditemukan pada kelelawar.

Peneliti Pusat Riset Veteriner Indrawati Sendow mengatakan virus nipah merupakan salah satu penyakit emerging yang berakibat fatal bagi manusia dan babi. Selain menyebabkan encephalitis, virus ini dapat menyebabkan kerugian ekonomi pada industri babi.

Penyakit emerging zoonosis merupakan penyakit yang bersumber dari hewan dan dapat menular ke manusia. Hal ini terjadi karena pengaruh lingkungan. Sifatnya baru muncul serta berpotensi berdampak parah.

Indrawati mengatakan, perubahan iklim akan mempengaruhi komposisi atmosfer global dan berkontribusi terhadap penyakit zoonosis.

“Lebih dari 70 % penyakit emerging atau zoonosis berasal dari hewan liar seperti kelelawar, kucing, trenggiling, babi, tikus, primata dan burung liar,” katanya dalam webinar Dampak Perubahan Iklim Terhadap Penyakit dan Kesehatan, baru-baru ini.

Indrawati menyebut, meski pelaporan jumlah penyakit emerging di Indonesia belum banyak, tapi perlu meningkatkan kewaspadaan. Ini menyusul temuan antibodi dan virus nipah pada kelelawar Pteropus sp. di Indonesia.

“Dari hasil serologi pada babi dari beberapa daerah di Indonesia tidak menunjukkan adanya positif antibodi terhadap virus nipah. Tapi antibodi dan virus nipah ditemukan pada kelelawar Pteropus sp seperti Pt. vampyrus meskipun tak ditemukan gejala klinis pada kelelawar,” paparnya.

Virus Nipah dari Kelelawar Ancaman dan Perlu Langkah Antisipasi

Wabah nipah pertama kali dilaporkan di Malaysia pada bulan September 1998. Menyebabkan 105 orang meninggal dan lebih dari 1 juta ekor babi Malaysia musnahkan. Penyakit ini kemudian menyebar ke Singapura. Pada tahun 2003, Bangladesh juga melaporkan wabah nipah yang kemudian menyebar ke India.

Indrawati menyebut, penyakit ini dapat kelelawar Pteropus sp tularkan, yang berperan sebagai reservoir virus Nipah. “Spillover virus nipah dapat menjadi ancaman yang perlu kita waspadai dan antisipasi,” imbuhnya.

Selain virus nipah, ancaman virus lain yang mengintai Indonesia yaitu African Horse Sickness (AHS) yang merupakan salah satu penyakit infeksi pada kuda dan keledai yang dapat menyebabkan kematian hingga 90 persen. AHS mampu ditularkan melalui nyamuk, caplak (ticks) jenis Hyalomma, Rhipicephalus dan diduga dari lalat jenis Stomoxys dan Tabanus.

AHS memang belum ahli temukan di Indonesia. Tapi Indrawati memperingatkan seiring dengan agenda besar adu ketangkasan pacu kuda antarnegara maka ancaman virus ini terasa di depan mata.

Kuda-kuda yang dilombakan harus terlebih dahulu dan pasti memiliki standar kesehatan sesuai dengan standar bebas penyakit atau Equine Diseases Free Zone (EDFZ).

Waspada Kemunculan Beberapa Virus Imbas Perubahan Iklim

Selain Nipah dan AHS, beberapa virus menjadi ancaman imbas perubahan iklim lain yaitu Ebola, Lumpy Skin Disease, serta Equine Infectious Anemia.

Perubahan iklim dengan perubahan vektor dan satwa liar, hewan domestik, populasi manusia, serta mikroba dapat berfungsi sebagai early warning system. Khususnya tentang risiko wabah yang mungkin terjadi pada ternak atau manusia.

Hanya saja, sambung Indrawati, beberapa kendala yang ada untuk kasus penyakit emerging ini yaitu surveilans nasional yang tak merata. Kemudian surveilans terhadap penyakit satwa liar masih belum efektif.

Selanjutnya, sharing data penyakit emerging dan zoonosis di lintas kementerian atau lembaga belum terimplementasikan dengan baik. Lalu kurangnya ahli epidemiologis, kurangnya data untuk pelaporan surveilans yang bersinergis dan kurangnya kemampuan laboratorium yang efektif.

“BRIN berperan sebagai wadah integrasi peneliti dari berbagai disiplin ilmu. Berkolaborasi dengan semua stakeholder untuk melakukan riset dalam hal mencegah, mendeteksi dan merespon penyakit emerging/emerging zoonosis melalui pendekatan one health,” ucap Indrawati.

Penulis : Ramadani Wahyu

Editor : Ari Rikin

Top