Kekeringan di Tengah Maraknya Pembangunan  

Reading time: 2 menit
Belakang Hotel
Lanskap Kota Yogyakarta. Foto: Youtube Watchdoc Documentary

Judul Film: Belakang Hotel

Tahun: 2015

Genre: Dokumenter

Durasi: 39 menit

Sumber: Youtube Watchdoc Documentary

Belakang Hotel merupakan film dokumenter yang digarap oleh para jurnalis WatchdoC bersama pegiat sosial yang terhimpun dalam gerakan Warga Berdaya. Film yang diproduksi pada akhir 2014 ini menceritakan krisis air tanah yang dialami warga akibat pembangunan industri perhotelan di Yogyakarta.

Bercerita tentang kekeringan yang dirasakan masyarakat Yogyakarta, salah seorang warga mengungkapkan bahwa sumur yang sudah turun temurun digunakan tiba-tiba mengalami kekeringan. Bahkan untuk mandi warga harus menyewa kamar mandi umum yang berada di pasar atau menampung air hujan.

Menurut warga kekeringan ini diakibatkan oleh hotel yang berada di sekitar tempat tinggal mereka. Hotel dinilai telah mengambil atau mengeksploitasi air tanah.

Berdasarkan data yang disajikan dalam film, pada 2003 terdapat sebanyak 7.237 kamar hotel dan jumlahnya meningkat di 2013 menjadi 10.303 buah. Satu kamar hotel diperkirakan menggunakan air sebanyak 380 liter per hari. Sedangkan satu rumah tangga disebut menggunakan 300 liter air per hari.

Keluhan yang dirasakan warga lainnya adalah air yang berbau sehingga tidak bisa digunakan untuk minum. Selain itu, untuk mendapatkan air sebanyak satu penampungan kecil dibutuhkan 20 kali penimbaan. Hal tersebut disebabkan karena air sumur yang semakin sedikit.

Kekeringan yang dialami warga membuat mereka melakukan aksi protes di depan hotel. Salah seorang warga beraksi mandi pasir sebagai wujud kekecewaan atas kekeringan yang mereka alami. Warga tersebut mengungkapkan bahwa selama 37 tahun ia tidak pernah mengalami kekeringan. Bahkan saat kemarau pun hanya menunggu selama lima menit dan air sudah bisa ditimba kembali.

Belakang Hotel

Seorang warga menimba air di sumurnya yang jumlahnya terus berkurang. Dibutuhkan 20 kali penimbaan utnuk memenuhi satu bak penampung. Foto: Youtube Watchdoc Documentary

Dari penuturan warga yang mengikuti aksi protes ini, pihak hotel meminta agar warga memahami posisinya. Pihak hotel memberikan keterangan bahwa air yang mereka gunakan bukan berasal dari sumur bor melainkan berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Menurut warga penuturan yang diberikan pihak hotel tidak masuk akal, sebab, tidak mungkin mengisi air kolam renang menggunakan air PAM. Warga meyakini jika pihak hotel menggunakan air sumur untuk keperluan operasionalnya.

Warga yang mengalami kekeringan kerap mempertanyakan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) atau izin hotel yang menyebabkan kekeringan. Warga menuntut haknya atas air berdasarkan Undang-Undang Dasar Pasal 33 Ayat 3 yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk  sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Menurut salah satu penuturan warga yang sudah melapor ke Badan Lingkungan Hidup (BLH), mereka mendapatkan tanggapan bahwa kekeringan diakibatkan oleh musim kemarau. Namun, setelah hotel disegel oleh Dinas Perhubungan setempat, air kembali normal walaupun sedang musim kemarau.

Salah seorang warga mengatakan, saat mendirikan hotel seharusnya dihitung berapa air yang dibutuhkan sehingga tidak merugikan warga. Tidak hanya itu, warga juga mengungkapkan di manapun lokasi hotel di Yogyakarta dibangun, sumber air tetap berada di Yogyakarta. Artinya harus dipikirkan matang-matang agar tidak merugikan masyarakat Yogya.

Penulis: Mega Anisa

Top