ESDM Sarankan Tax Holiday untuk Menarik Investor Energi Baru Terbarukan

Reading time: 2 menit
tax holiday
Foto: pixabay.com

Jakarta (Greeners) – Subsidi energi baru terbarukan (EBT) yang tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 telah disiapkan setidaknya sebesar Rp 1,3 triliun. Dana tersebut dianggarkan untuk menutup selisih antara harga listrik dari EBT dengan biaya pokok produksi (BPP) listrik PLN.

Namun, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral Rida Mulyana mengatakan bahwa masih ada cara lain untuk mendorong pengembangan EBT tanpa harus memberikan subsidi, yaitu dengan pemberian insentif berupa tax holiday untuk pengusaha yang berinvestasi di bidang EBT.

“Sekarang kita lagi pelajari agar ke depan kita bisa pakai tax holiday saja supaya tidak usah capek-capek minta subsidi di APBN,” katanya saat dihubungi oleh Greeners, Jakarta, Senin (19/09).

BACA JUGA: Pemerintah Diminta Segera Membuat Peta Sumber Daya Energi Baru Terbarukan

Di berbagai negara, jelasnya, pemberian tax holiday untuk EBT sudah biasa dilakukan. Ia berharap Indonesia juga bisa mencontoh kebijakan ini. Di Indonesia sendiri, lanjutnya, aturan yang ada sudah memungkinkan dilakukannya tax holiday untuk berinvestasi di sektor EBT. Hanya saja masih untuk investor bermodal besar.

“Kementerian Keuangan perlu mempertimbangkan insentif seperti ini agar investor-investor EBT bermodal kecil juga bisa memperolehnya karena pengembangan EBT tidak selalu membutuhkan modal besar. Misalnya pembangunan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH), perusahaan berskala kecil dan menengah pun bisa mengerjakannya,” tambahnya.

Menanggapi subsidi EBT ini, Sekretaris Jendral Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI), Priamanaya Djan, meminta agar kepentingan investasi, jaminan ketersediaan listrik, dan subsidi EBT ke depan tidak dibenturkan dengan apapun.

Dia mengatakan, investasi swasta di sektor EBT memang harus menarik dari sisi bisnis agar pihak swasta mau menanamkan modalnya di sana karena pemerintah tidak bisa sendiri mengembangkan EBT.

“Oleh karenanya peran swasta perlu dilibatkan, sebab investasi ini kan tujuannya untuk menjaga keberlanjutan ketersediaan listrik bagi masyarakat dan menjangkau wilayah-wilayah yang belum tereletrikfikasi,” tuturnya seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima oleh Greeners.

BACA JUGA: Swiss Tertarik Berinvestasi pada Bidang Energi Terbarukan di Indonesia

Sebagai informasi, tarif listrik dari EBT dianggap relatif mahal sehingga perlu diberikan subsidi agar PLN dapat membelinya. Untuk listrik dari mikro hidro misalnya, PLN harus membeli dari Independent Power Producer (IPP) dengan harga Rp 1.560-2.080/kWh. Lalu untuk listrik dari tenaga surya, harganya Rp 1.885-3.250/kWh. Sementara rata-rata BPP PLN Rp 1.352/kWh.

Namun kemudian, subsidi ini menjadi perdebatan dalam rapat kerja Komisi VII DPR dengan Plt Menteri ESDM, Luhut Binsar Padjaitan. Beberapa anggota Komisi VII DPR berpendapat, subsidi EBT ini sebaiknya ditiadakan saja karena tidak untuk rakyat, melainkan untuk segelintir korporasi.

Penulis: Danny Kosasih

Top