Menteri Susi Siap Jalankan Perpres Satgas Anti Illegal Fishing

Reading time: 2 menit
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Jakarta (Greeners) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia akhirnya bisa lebih leluasa untuk memproses para pelaku dan kapal penangkap ikan ilegal secara hukum setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 115 Tahun 2015 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (illegal fishing).

Setelah Perpres ini resmi bisa digunakan, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan bahwa dirinya berharap tidak ada lagi pengadilan yang mencapai proses hingga berbulan-bulan atau tahunan dan tidak kunjung usai secara inkrah, karena sekarang semua telah berada di dalam satu perahu bernama Satgas Anti Illegal Fishing.

“Kekecewaan saya itu waktu keputusan Pengadilan Perikanan pada Pengadilan Negeri Ambon melepas Kapal MV Hai Fa, kapal ikan terbesar yang pernah ditangkap aparat keamanan Indonesia. Proses hukum kasusnya terhenti secara otomatis karena Kejaksaan Tinggi Maluku tidak mengajukan upaya hukum lanjutan,” terang Susi dalam keterangan resminya, Jakarta, Selasa (03/11).

Dalam putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut, lanjutnya, Zhu Nian Le, nakhoda kapal, hanya diganjar denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.

Susi juga memberi contoh pada kasus dua kapal yang lain, yaitu Sino 35 dan 36, yang kedapatan digunakan untuk menangkap ikan dengan alat tangkap yang tidak sesuai dengan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI). Kapal-kapal itu teridentifikasi menggunakan mata jaring ganda yang bisa mengakibatkan kerusakan pada sumber daya ikan.

Dalam pasal 85 UU Perikanan, pelanggar aturan ini bisa dikenakan pidana paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar. Selain dapat hukuman denda Rp 100 juta, alat tangkap kelima kapal itu dirampas untuk negara. Namun, hakim malah memutuskan untuk menyerahkan kapal itu kepada pemiliknya.

“Kami satu operasi (sekarang) karena Satgas Anti Illegal Fishing ini sudah sangat lengkap. Bagaimana tidak, selain ada TNI dan Polri, Satgas tersebut juga diperkuat oleh PPATK, imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan, hingga Badan Intelijen Nasional (BIN),” pungkasnya.

Sebagai informasi, sebelumnya, Penerbitan Perpres nomor 115 tahun 2015 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (illegal fishing) ini sempat diduga akan berpotensi menimbulkan masalah baru. Hal ini dikarenakan dengan adanya perpres tersebut, kewenangan yang diberikan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan melampaui batas dan bersinggungan dengan kewenangan kementerian atau lembaga negara lainnya.

Abdul Halim, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), menyatakan bahwa kewenangan KKP sebagaimana diatur di dalam perpres tersebut telah menabrak dan tumpang-tindih dengan kebijakan yang telah ada sebelumnya. Jika yang didorong adalah efektivitas dan efisiensi penegakan hukum di laut, katanya, mestinya dilakukan harmonisasi kebijakan terlebih dahulu.

“Presiden Jokowi kecolongan. Perpres ini telah menabrak dan tumpang tindih dengan kebijakan yang telah ada,” ujarnya, Jakarta, Senin (26/10) lalu.

Pusat Data dan Informasi Kiara pada Oktober 2015 mencatat sedikitnya ada empat kebijakan yang bersinggungan dengan Perpres nomor 115 tahun 2015 ini, yaitu Perpres nomor 63 tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan; Undang-Undang nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan; UU nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan; dan Perpres nomor 178 tahun 2015 tentang Badan Keamanan Laut.

Penulis: Danny Kosasih

Top