Perjuangan Tanpa Henti Saverindo untuk Semeru

Reading time: 3 menit
Saverindo melakukan berbagai aksi untuk perlindungan Semeru. Foto: Saverindo

Jakarta (Greeners) – Tumbuh dan dibesarkan di kawasan Mahameru membuat Cak Yo dan Cak Kid akrab dan lekat dengan kehidupan di kawasan ini. Meski bukan kali pertama Gunung Semeru “menyemburkan isi perutnya”, sebagai warga lokal, erupsi Gunung Semeru pada 4 Desember 2021 lalu menyisakan perjuangan luar biasa. Khususnya bagi komunitas Saver Semeru (Saverindo).

Komunitas Saverindo merupakan komunitas pecinta alam, kumpulan dari berbagai daerah yakni Malang, Pasuruan, Probolinggo hingga Lumajang. Terbentuk pada 1 Maret 2014, komunitas ini juga bekerja sama dengan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Selain disatukan oleh kecintaan terhadap pesona Mahameru, komunitas ini berdiri karena kegelisahan dan keprihatinan Ketua Saverindo, Cak Kid pada pendaki yang sama sekali tak peduli ekosistem Gunung Semeru. Antusiasme dan keprihatinan ini terus terjadi saat meluapnya animo pendaki di Mahameru beberapa tahun yang lalu.

“Itu yang membuat kondisi Semeru memprihatinkan. Mereka (para pendaki) belum banyak teredukasi untuk tak membuang sampah sembarangan dan menjaga ekosistem yang ada,” ungkap Cak Kid dalam diskusi “Sabtu Pagi Bahas Aksi” bersama Greeners, Sabtu (22/1).

Ibarat tuan rumah, Cak Kid ingin mengajak tamu-tamunya untuk lebih menghargai adat istiadat setempat dengan menjaga kelestarian alam di dalamnya.

Pasalnya, jika perilaku buruk pendaki terus terjadi, korban terdampak pertama dari kerusakan alam adalah masyarakat lokal sekitar. Belum lagi adanya pendaki yang tak mentaati aturan dan menjadi survivor gunung dan akhirnya terpaksa merepotkan warga sekitar.

Atas keprihatinan itulah, akhirnya, Cak Kid berinisiatif merangkul teman-teman lain untuk turut bergabung dan memastikan berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Kesatuan visi, yakni edukasi masalah lingkungan menjadi kunci Saverindo sebagai jembatan antara pihak pemerintah daerah dengan para pendaki maupun masyarakat sekitar. Dan, tentu saja dengan pendekatan yang lebih santai.

“Kita biasa ngopi bareng, duduk bareng untuk menyampaikan poin-poin edukasi ke mereka. Itulah pendekatan kita,” imbuhnya.

Evakuasi Pascaerupsi Semeru Belum Berakhir

Hingga kini, evakuasi pascaerupsi Gunung Semeru masih terus komunitas ini lakukan. Evakuasi itu antara lain mengumpulkan harta benda warga yang tersisa dan menyingkirkan pasir yang menumpuk di rumah warga. Bayangkan saja, timbunan pasir hingga setara dengan atap rumah warga .

Sementara itu menurut anggota Sarverindo lain, Cak Yo, ada beberapa warga yang masih terjebak di pengungsian, yakni warga di sekitar Curah Kobokan dan seberang sungai.

“Sekarang pemda tengah mempersiapkan hunian sementara dan hunian tetap untuk mereka,” ujar Cak Yo.

Menurutnya, permasalahan yang ada pascaerupsi Gunung Semeru sangat kompleks. Ada sebagian masyarakat yang terdampak dari awan panas, terdampak dari material awan panas hingga tidak terdampak langsung dan lahannya terkena relokasi.

Selain pemulihan fisik, pemulihan mental juga hendaknya menjadi prioritas yang perlu perhatian pemerintah. Berbagai kecemasan, sambung Cak Yo masih mungkin terjadi seiring banjir lahar besar akibat intensitas hujan yang tinggi.

Ia mendorong agar pemerintah daerah selalu mengupdate informasi dan potensi getaran banjir. “Agar menjadi peringatan ke masyarakat sekitar yang masih cemaskan hadirnya banjir lahar,” imbuhnya.

Kerja sama yang solid juga menjadi bagian yang tak terpisahkan antar anggota dalam komunitas ini untuk memastikan evakuasi Gunung Semeru berjalan lancar. Misalnya, dengan membentuk tim di bagian-bagian pos tertentu untuk standby. Dengan memanfaatkan data jaringan relasi masyarakat lokal, mereka saling membantu jika ada kebutuhan yang mendesak.

“Dengan memanfaatkan data jaringan warga lokal, kita mengantisipasi juga penjarahan. Jadi tidak ujug-ujug datang, tapi ke lapangan ya bergantung permintaan mereka juga, saat ini butuh apa dan berapa kemudian kita hubungkan ke pihak donatur,” paparnya.

Hormati Tradisi dan Kelestarian Alam Setempat

Bencana Gunung berapi yang merupakan siklus alam hendaknya menjadi momentum untuk saling empati dan lebih menghargai kelestarian alam. Namun, munculnya aksi viral pemburu content intoleransi hingga kontroversi sempat menggegerkan jagat medsos. Aksi-aksi pemburu konten itu misalnya pembuatan video klip di kawasan Gunung Semeru hingga aksi mengobrak abrik sesajen di lokasi gunung yang sangat bertentangan dengan nilai masyarakat setempat.

“Fenomena bencana beberapa kejadian yang viral tak sepatutnya dilakukan, video klip, lagu oke, syuting untuk film dokumenter bukan komersil. Kalau untuk film dokumenter ya oke saja karena ada nilai edukasi,” tutur Cak Yo

Penulis : Ramadani Wahyu

Top