Hujan Hanya Bisa Mengurangi 30 % Partikel Polutan

Reading time: 2 menit
Hujan bisa mencuci atmosfer dan mengurangi 30 % polutan. Foto: Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut, hujan hanya bisa mengurangi sekitar 30 % partikel polutan di atmosfer.

Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG Fachri Radjab membenarkan, curah hujan dapat berperan sebagai pencuci atmosfer. Sehingga ketika turun hujan, atmosfer menjadi lebih bersih karena partikel-partikel terendapkan ke permukaan bersama curah hujan.

“Menurut penelitian hujan dapat mengurangi sekitar 30 % partikel polutan,” katanya kepada Greeners, di Jakarta, Rabu (21/6).

Senada dengannya, Koordinator Bidang Cuaca Esktrem BMKG Miming Syaifudin mengungkapkan, secara umum hujan intensitas sedang hingga lebat dapat mengurangi polusi di atmosfer.

“Perlu kita ketahui polusi udara dapat terjadi sewaktu-waktu terutama ketika aktivitas sumber polutan menunjukkan aktivitas kepadatannya,” imbuhnya.

Kepadatan kendaraan bermotor di jalan, pembakaran lahan dan lainnya turut menyumbang polusi. “Sehingga kalau hari ini terjadi hujan lebat, maka polusi masih dapat signifikan terjadi pada hari berikutnya,” ucap Miming.

Peningkatan Polutan di Musim Kemarau

Sebelumnya, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, BMKG, Dinas Kesehatan Jakarta, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meminta masyarakat mewaspadai penurunan kualitas udara selama musim kemarau.

Beberapa pekan ini kualitas udara di Jakarta, daerah penyangga dan beberapa wilayah di Indonesia berkategori tidak sehat.

Fachri menjelaskan, hingga awal Juni 2023, hampir 51 % zona musim (zom) di Indonesia sudah memasuki musim kemarau. Wilayah tersebut yakni Aceh bagian timur, Sumatra Utara bagian timur dan barat, Riau bagian timur, Bengkulu bagian selatan, Lampung bagian selatan.

Kemudian juga di Banten, DKI Jakarta, sebagian besar Jawa Barat, sebagian besar Jawa Tengah, sebagian besar Jawa Timur, sebagian besar Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan sebagian Gorontalo.

Selanjutnya sebagian Sulawesi Tengah, sebagian Kepulauan Maluku Utara, dan sebagian Papua bagian selatan.

“Beberapa wilayah Jabodetabek minggu ini memang mengalami hujan dengan intensitas ringan hingga lebat karena gangguan atmosfer skala mingguan,” papar Fachri.

Menurutnya, BMKG mendefinisikan musim kemarau terjadi jika curah hujan dalam satu dasarian kurang dari 50 mm dan berlangsung tiga dasarian berturut-turut. Namun lanjutnya, bukan berarti di musim kemarau tidak ada hujan.

BMKG Serukan Waspada Terhadap Bencana Kekeringan.

Antisipasi kekeringan saat kondisi kemarau ekstrem. Foto: istimewa

Dinamika Atmosfer Pengaruhi Curah Hujan

Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menyebut, fenomena MJO (Madden Jullian Oscillation), gelombang kelvin, dan equatorial rossby yang masih aktif di sebagian wilayah Indonesia memengaruhi cuaca di Indonesia saat ini.

“Ketiga fenomena tersebut merupakan dinamika atmosfer yang mengindikasikan adanya potensi pertumbuhan awan hujan secara masif di sekitar wilayah yang dilewatinya,” kata Guswanto.

Namun, BMKG memperkirakan musim kemarau tahun 2023 lebih kering dari biasanya. BMKG pun merekomendasikan sejumlah langkah antisipasi kekeringan, pencegahan kebakaran hutan dan lahan, adaptasi pola tanam dan penghematan air bersih.

Penulis : Dini Jembara Wardani

Editor : Ari Rikin

Top