Alat Pendeteksi Komposisi Polutan Dengan Teknik Analisis Nuklir

Reading time: 3 menit
Teknik Analisis Nuklir (TAN)
Teknik Analisis Nuklir (TAN) dapat mendeteksi komposisi polutan udara. Via: Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).

Jakarta (Greeners) – Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) membuat inovasi berupa Teknik Analisis Nuklir (TAN) yang dapat mendeteksi komposisi kimia polutan udara dengan ukuran kurang dari 2,5 mikrometer. TAN diciptakan oleh peneliti BATAN Profesor Dr. Muhayatun Santoso. Ia menggunakan TAN untuk meneliti polutan di 16 kota besar di Indonesia yakni Jakarta, Tangerang Selatan, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Pekanbaru, Medan, Palangkaraya, Balikpapan, Makassar, Manado, Ambon, Jayapura, Mataram, dan Denpasar.

“Sampel dikumpulkan dari berbagai provinsi dan dibawa ke pusat reaktor nuklir. Lalu ditembakkan menggunakan X-ray atau Gamma-ray hasilnya akan seperti fingerprint. Dengan menggunakan teknik seperti ini sampel yang dideteksi tidak akan rusak. Sampel juga bisa digunakan kembali jika dibutuhkan,” kata Muhayatun, di Jakarta Selatan, Selasa, (3/12).

Hasil penelitian tersebut mendeteksi terdapat zat karbon monoksida (CO), Belerang dioksida (SO2), Nitrogen Oksida (Nox), Ozon (O3), dan Particulat Matter 10 (PM10) di dalam udara. PM 10 merupakan partikulat yang berukuran kurang dari 10 mikrometer dan digunakan sebagai dasar untuk menghitung Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).

Baca juga: Anggrek Si Cantik Alami Penyerap Polutan dan Penat

Menurut Muhayatun, negara Asia termasuk Indonesia memiliki risiko pencemaran udara karena lebih dari 50 persen kota-kota besar di dunia berlokasi di sini. Faktor lain disebabkan oleh pertumbuhan populasi yang cepat, urbanisasi, transportasi, dan industrialisasi. Ia mengatakan di Tahun 2050 penduduk dunia akan mencapai  9,8 milyar dan peningkatan tertinggi berada di Asia dan Afrika.

“Polusi di Asia saat ini yang paling besar kita hadapi. Karena polusi udara bergerak terus tanpa ada batas negara, itu yang paling bahaya. Mengapa ini terjadi, karena 50 persen megacity terdampak adalah kita yang tinggal di Asia,” kata Muhayatun.

Alat Pengukur Kadar Polutan.

Alat Pengukur Kadar Polutan. Via: Badan Teknologi Nukir Nasional (Batan).

Tingkat partikulat udara dapat terlihat dari sumber polusi udara seperti aktivitas manusia, industri, ataupun sumber alami. TAN tidak hanya fokus dalam menentukan konsentrasi massa PM 2,5 dan PM 10, melainkan lebih detail karena menentukan komposisi kimia yang terkandung pada partikulat udara.

Baca juga: Lemna, Pakan Nabati dan Pencuci Polutan yang Handal

“Kita bermain dengan partikulat udara itu ada ukurannya. Yang kita ukur ada dua macam yang lebih kecil dari PM 2,5 sampai PM 10. Biasanya partikulat yang kurang dari 2,5 mikrometer berasal dari aktivitas manusia apakah dari pembakaran dan kendaraan. Tapi antara PM 2,5 sampai PM 10 sebagian besar berasal dari natural source, dari situ kita bisa membedakan,” ucapnya.

Ia juga menuturkan perbedaan emisi yang timbul dari industri maupun kendaraan bermotor. “Kalau kita dapat konsentrasinya saja kita tidak lihat apa-apa, tapi kalau dari konsentrasinya itu isinya apa saja, berapa Al, Si, Fe, Kalsium-nya, kita bisa kolerasikan dengan reseptor model lalu akan terbentuk cluster-cluster,” kata Muhayatun.

Untuk membedakan polusi lokal atau regional, Muhayatun menambahkan wind speedwind direction. Dengan data arah dan kecepatan angin tersebut, kata dia, sumber polusi dapat dideteksi. Hasil riset TAN di Serpong, Tangerang, mencatat bahwa timbal (Pb) merupakan penyumbang terbesar polusi udara. Pencemaran tersebut berasal dari pembakaran aki bekas di sana. Sedangkan pengukuran di Bandung, Jawa Barat, pada tahun 2017, diketahui bahwa Bandung mengalami penurunan partikel timbal selama kurun waktu 17 tahun.

“Hasil ini merupakan informasi penting sebagai early warning dan perlu mendapat perhatian dalam mengatasi permasalahan polusi di perkotaan. Selain digunakan sebagai baseline data dan bahan, ini menjadi evaluasi peraturan baku mutu kualitas udara. Data karakteristik yang diperoleh juga mampu mendeteksi secara dini terjadinya pencemaran,” ujar Murhayatun

Penulis: Ridho Pambudi

Top