Greenpeace Ungkap Bahaya Pembangunan PLTU Batang

Reading time: 2 menit

SEMARANG (Greeners) – Greenpeace mengungkap bahaya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang di depan mahasiswa di Semarang, Jawa Tengah. Hal ini disampaikan Arif Fiyanto, Team Leader Climate and Energy Campaign, Greenpeace Southeast Asia-Indonesia dalam seminar nasional bertajuk Dilema Energi untuk Negeri, Dibalik Rencana Pembangunan PLTU Batang, Senin (10/6/2014) di Hotel Grasia, Semarang.

Organisasi yang peduli pada masalah lingkungan ini juga menggaris bawahi komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengurangi emisi karbon penyebab perubahan iklim dari Indonesia sebesar 26% pada tahun 2020 dan 41% jika didukung bantuan internasional. Jika PLTU Batang dipaksakan dibangun, maka komitmen tersebut akan sia-sia.

Menurut perhitungan Greenpeace, PLTU Batang akan melepaskan emisi karbon sebesar 10,8 Juta ton pertahun dan emisi mercury sekitar 220 kilogram pertahun. “Indonesia harus segera mengurangi ketergantungan yang sangat tinggi terhadap batubara,” kata Arif.

Greenpeace mendesak pemerintah agar mengutamakan keselamatan dan masa depan warga batang diatas kepentingan investor PLTU Batang. Organisasi tersebut menyarankan agar pemerintah mengembangkan pengembangan energi terbarukan dan efisiensi energi serta menghentikan ketergantungan terhadap batubara.

Lebih lanjut Arif membeberkan, bahaya Batubara yang merupakan bahan bakar fosil terkotor di dunia, mengemisi 29% lebih banyak karbon perunit energi dibandingkan minyak, dan 80% lebih banyak dari gas. Jika dilihat secara global, batubara berkontribusi terhadap lebih dari 65% emisi karbondioksida penyebab terbesar perubahan iklim.

Polutan Berbahaya yang dilepaskan dari pembakaran batubara di PLTU antara lain SO2, NO, CO, PM 2.5, Mercury, Arsenic, Lead, dll. Polutan itu, lanjut Arif, menyebabkan masalah kesehatan berat bagi warga yang tinggal di sekitar PLTU seperti penyakit pernapasan. Belum lagi bahaya mercury yang merupakan logam berat sangat berbahaya yang dapat menyebabkan kerusakan otak berat pada janin, kelainan mental,dan pemicu kanker.

Salah satu warga Desa Roban, Nyoto, yang merupakan satu dari lima desa yang saat ini melawan pembangunan PLTU Batang menyatakan, sudah 24 kali warga mengadu dan menyuarakan aspirasinya menolak pembangunan PLTU Batang namun tidak pernah didengar pemerintah.

Ia mengaku mata pencaharian warga berupa nelayan dan bertani dipastikan akan terancam dengan pembangunan ini dan akan menanggung dampaknya berpuluh-puluh tahun lamanya. “Kami khawatir pembangunan PLTU Batang merusak mata pencaharian kami,” ujar Nyoto.

(G17)

Top