IESR: INDC Indonesia Masih Membutuhkan Banyak Perbaikan

Reading time: 2 menit
Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa. Foto: greeners.co/Danny Kosasih

Jakarta (Greeners) – Pada tanggal 24 September 2015 lalu, Pemerintah Indonesia secara resmi telah menyampaikan naskah Intended Nationally Determined Contribution (INDC) kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Dalam naskah tersebut, Indonesia menyampaikan rencana penurunan emisi 29 persen pada tahun 2030 dari skenario business as usual (BAU) dan tambahan 12 persen dengan bantuan internasional, melalui INDC yang telah diajukan. Naskah INDC Indonesia juga menekankan komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebanyak 26 persen dan tambahan 15 persen dengan dukungan internasional pada 2020.

Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) yang juga kordinator Climate Action Network South East Asia (CANSEA), Fabby Tumiwa, kepada Greeners menyampaikan bahwa sebagai langkah awal, INDC yang disampaikan oleh Indonesia sudah cukup baik. Hanya saja masih membutuhkan banyak perbaikan untuk menjadikan janji aksi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) yang jelas dan transparan.

Analisa awal yang dilakukan IESR menunjukkan bahwa INDC Indonesia masih memiliki kelemahan terutama dari sisi kejelasan dan transparansi dalam komponen mitigasi. Beberapa diantaranya terkait perhitungan Baselein BAU yang merupakan perkiraan tingkat emisi dan proyeksi GRK dengan skenario tanpa intervensi kebijakan, dan teknologi mitigasi dalam kurun waktu yang disepakati (tahun 2010-2020).

“Walaupun INDC Indonesia telah mencantumkan perkiraan emisi GRK berdasarkan skenario BAU yaitu 2881 GtCO-eq pada 2030, namun naskah ini tidak menjelaskan secara transparan bagaimana skenario BAU ini disusun,” jelas Fabby, Jakarta, Selasa (29/09).

Selain itu, dokumen INDC yaang diserahkan oleh Indonesia tidak memberikan penjelasan bagaimana proyeksi emisi gas rumah kaca Indonesia pasca 2020, dengan atau tanpa adanya INDC. Salah satu kejadian penting yang perlu mendapatkan perhatian, adalah keberhasilan Indonesia dalam memenuhi komitmen penurunan emisi sebesar 26-41 persen dari BAU pada 2020 yang nantinya akan menentukan keberhasilan Indonesia dalam menurunkan 29-41 persen emisi GRK pada 2030.

Selanjutnya, bagaimana niatan INDC ini akan diterapkan untuk mencapai penurunan emisi yang ditargetkan pada tahun 2030. Sedangkan naskah INDC Indonesia tidak memberikan informasi tentang jenis aksi mitigasi yang akan dilakukan dalam bentuk kebijakan atau proyek.

Dalam draf INDC yang disiapkan oleh Bappenas sebelumnya, sejumlah aksi untuk lima sektor (lahan, energi, industri, transportasi, dan limbah) dijabarkan dengan cukup rinci dalam bentuk skenario implementasi pada periode 2020-2030.

“Sayangnya, semua informasi ini tidak tercantum dalam naskah INDC Indonesia yang disampaikan kepada UNFCCC,” tegasnya.

Sejumlah ketidakjelasan dalam konteks adaptasi juga ditemukan Fabby dalam dokumen tersebut. “Informasi atau penjelasan tentang analisa gender, kapasitas untuk beradaptasi juga tidak ditemukan dalam dokumen ini. Ditambah, dalam naskah INDC dinyatakan bahwa tujuan jangka menengah dari strategi adaptasi perubahan iklim adalah mengurangi resiko pada seluruh sektor pembangunan pada 2030. Walaupun demikian tidak disampaikan informasi tentang kondisi terkini, tingkat kesenjangan, hambatan dan kebutuhan untuk mencapai tujuan adaptasi yang dimaksud,” ungkapya.

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Siti Nurbaya Bakar kepada Greeners sempat menyampaikan bahwa target dari naskah INDC yang telah diserahkan tersebut adalah penurunan emisi karbon pada 2030 sebesar 29 persen. Karena pasca 2020, pembangunan rendah emisi negeri ini akan fokus pada sektor energi, pangan dan sumber daya air serta memperhatikan Indonesia sebagai negara kepulauan.

Angka 29 persen sendiri, kata Siti, diperoleh dari hasil analisis baik dengan pendekatan teoritik metodik maupun empirik dalam waktu cukup panjang. Angka 29 persen ini, angka relatif yang dihitung berdasarkan perkiraan dari kegiatan-kegiatan yang sedang dilakukan, dan kebijakan Indonesia dalam membangun bangsa.

Sebagai informasi, INDC sendiri merupakan bentuk janji (pledges) dari negara-negara anggota UNFCCC untuk berkontribusi terhadap penurunan emisi global paska 2020 yang berisi informasi-informasi yang relevan yang memungkinkan janji ini dikuantifikasi secara transparan.

Sebagai sebuah instrumen untuk mengkomunikasikan kepada dunia internasional mengenai bagaimana suatu negara akan menurunkan emisinya, INDC juga menjadi indikator yang menunjukkan bagaimana sebuah negara mengambil kepemimpinan dalam mengatasi pemanasan global yang mengancam peradaban manusia.

Penulis: Danny Kosasih

Top