BMKG: Antisipasi Potensi Karhutla di Musim Kemarau 2021

Reading time: 2 menit
Deputi BMKG Drs Herizal pada Diskusi (Virtual) Media Forum Merdeka Barat 9. Foto: Kominfo

Jakarta (Greeners) – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan seluruh pihak agar mengantisipasi potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun 2021 ini. Deputi BMKG, Herizal, mengatakan bahwa lembaganya terus memonitor perkembangan cuaca dan iklim di Indonesia. Termasuk melakukan analisis dan menyampaikannya kepada masyarakat serta pemangku kepentingan agar bisa melakukan mitigasi lebih awal.

“Ancaman kemarau kecil dan ancaman kemarau besar terjadi di bulan Juni sampai dengan September dan Oktober,” ujar Herizal dalam acara Diskusi Media Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang digelar secara virtual bertajuk “Tangkas Tangkal Kahutla”, Senin, (31/5/2021).

Ia menyebut, Februari tahun ini titik panas (hotspot) di wilayah Aceh, Sumatra Utara, dan Kalimantan Barat meningkat, tetapi menurun pada Maret 2021. Adapun di Provinsi Riau, titik panas mengalami peningkatan hingga Maret dan menurun pada April 2021.

Berdasarkan pantauan BMKG, pada April dan Mei 2020 curah hujan lebih tinggi daripada rata-rata normalnya. Hal tersebut, kata Herizal, membuat ancaman karhutla tahun lalu cukup rendah. Iklim yang basah membuat tinggi muka air gambut tak menurun.

Tahun ini BMKG memprediksi bahwa musim kemarau sedang mengalami kemajuan. Herizal meminta agar langkah pengendalian dan mitigasi menghadapi potensi karhutla 2021 terus-menerus digalakkan. “Dari pengamatan kami ada 55 persen daerah zona musim yang telah memasuki musim kemarau,” ujar dia.

Daerah tersebut di antaranya sebagian besar berada di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, sebagian besar di Jawa, Sumatra Selatan, Aceh, Kalimantan Selatan, dan Papua.

Herizal menuturkan jika wilayah tersebut berwarna hijau berarti curah hujan masih banyak. Namun, ketika beralih dari warna hijau menjadi warna cokelat dan merah, itu artinya sudah perlu kewaspadaan.

Aplikasi Lancang Kuning untuk Menekan Luas Kebakaran

Sementara itu, Wakil Gubernur Provinsi Riau, Edy Nasution menyampaikan, provinsinya menggunakan aplikasi dasbor Lancang Kuning Nusantara yang diklaim mampu menekan luas kebakaran hutan. Menurutnya, dengan memakai aplikasi panel kendali tersebut, titik api yang baru muncul akan terdeteksi secara langsung (real time).

“Jadi, ketika muncul titik api baru, kita sudah bisa memetakan titik api tersebut ada di wilayah mana. Kemudian kita langsung menginstruksikan personil yang ada untuk menanggulangi titik api tersebut,” katanya.

Ia mengatakan, aplikasi hasil pengembangan Kepolisian Daerah Riau itu memberikan dampak yang positif. Sebab, wilayahnya bisa menekan kebakaran hutan yang lebih besar. Selain menjalankan program yang memanfaatkan aplikasi, Provinsi Riau juga memiliki strategi dalam pencegahan dan penanggulangan karhutla.

Pemanfaatan Lancang Kuning Nusantara, kata Edy, mengacu pada peristiwa enam tahun lalu. Pada 2015, kabut asap akibat karhutla di Riau berdampak terhadap terhambatnya perekonomian, tutupnya bandara, dan terhentinya kegiatan belajar mengajar di sekolah.

“Sebenarnya luas kebakaran pada 2014 jauh lebih besar. Hanya saja ketika di 2015, Sumatra Selatan dan Jambi ikut memberikan kontribusi sehingga seakan-akan terjadi kebakaran besar di Provinsi Riau,” ucapnya.

Adapun pada 2019, menurut Edy kasusnya hampir sama dengan yang terjadi pada 2015. Hanya saja waktu berlangsungnya kebakaran hutan tidak lama.

Mengacu kepada hal itu Pemerintah Provinsi Riau melakukan deteksi dini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. Pada 2020, Pemprov Riau kemudian melibatkan TNI, Polri, KLHK, BPBD serta instansi terkait lainnya untuk melakukan patroli bersama.

Penulis: Dewi Purningsih

Baca juga: Upaya Penanganan Karhutla Kian berat di Tengah Pandemi Covid-19

Baca juga: Presiden Siap Copot Pejabat yang Teledor Kendalikan Karhutla

Top