Jalan Aspal dari Plastik Berpotensi Timbulkan Masalah Baru

Reading time: 3 menit
Aspal Plastik
Foto: shutterstock.com

Jakarta (Greeners) – Untuk mengurangi sampah plastik, upaya daur ulang sampah menjadi alternatif lain telah banyak dikembangkan. Salah satunya menjadi bahan baku untuk pembuatan jalan (plastic tar road). Namun, aspal jalanan dari sampah plastik dinilai menjadi masalah baru terhadap lingkungan, sebab, menimbulkan zat beracun.

Peneliti Senior Lembaga Swadaya Masyarakat Nexus3 Yuyun Ismawati Drwiega menilai jalan aspal plastik bukan merupakan solusi berkelanjutan. Ia mempertanyakan keamanan setelah plastik dibakar atau dilelehkan dengan aspal karena teknologinya belum terbukti. “Belum ada studi yang menunjukkan aman atau tidak luruhan ke tanah dan air tanah,” ujar Yuyun saat dihubungi Greeners, Selasa (28 Januari 2020).

Yuyun mengatakan menurut penelitian, ikatan plastik di dalam campuran aspal cukup kuat. Namun, studi tersebut didasarkan pada karakter negara yang bersuhu dingin, bukan tempat beriklim tropis seperti Indonesia. “Awal aspal plastik ini memang dari India, itu pun baru percobaan 3 kilometer di kota Madurai, India, tapi sudah diklaim sebagai solusi dan diadopsi oleh Indonesia,” ujarnya.

Baca juga: NextWave, Kolaborasi Peritel Besar untuk Memanfaatkan Sampah Plastik di Laut

Pada prosedur pembuatan jalan, aspal diproses pada suhu maksimum 160 derajat celcius. Suhu tersebut dianggap cukup tinggi untuk melelehkan plastik, tetapi terlalu rendah untuk memastikan degradasi berbagai jenis senyawa beracun. Sejumlah penelitian menyebut proses meleburkan plastik dapat melepas emisi senyawa organik yang mudah menguap (Volatile Organic Compound).

Dengan suhu peleburan sebesar 150 derajat celcius, diketahui menimbulkan pelepasan VOC. Menurut Yuyun, makin tinggi suhu pemprosesan, total emisi yang dilepaskan juga meningkat. Sehingga kajian mengenai kandung gas yang dilepaskan perlu diteliti. Bahkan setelah jalan plastik dilapisi oleh campuran bahan jalan sampai dioperasikan.

Daur Ulang Plastik

Foto: shutterstock.com

Ia menuturkan, salah satu studi yang menguji dampak terhadap pekerja pengaspalan jalan dengan campuran plastik mencatat terdapat korelasi kerusakan DNA pada sel darah putih dan air seni. Artinya ditemukan potensi dampak genotoksik dari paparan uap dari proses pencampuran aspal dan plastik terhadap pekerja.

Beberapa studi dan Kongres Jalan India menyusun panduan yang merekomendasikan penggunaan plastik jenis Polietilen Kepadatan Rendah (LDPE), Polietilen Kepadatan Tinggi (HDPE), PET dan Poliuretana (PU) untuk konstruksi perkerasan. Hal ini menjadi problematik karena jenis plastik tersebut bernilai tinggi dan telah didaur ulang untuk menjadi mainan, produk berbasis plastik lain atau benang polyester.

Menurut Yuyun, proyeksi jalan aspal plastik yang sedang digarap pemerintah sedang mandek karena kekurangan bahan baku. “Sekarang kantong kresek sebetulnya sudah didaur ulang oleh pengusaha. Suplainya pasti tidak cocok di harga, karena pemulung lebih memilih memberikan ke pabrik (yang) harganya lebih tinggi,” kata dia.

Jalan Aspal Diperluas ke Daerah

Adapun Deputi IV Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam, Iptek, dan Budaya Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Safri Burhanuddin mengatakan terdapat kendala dalam suplai bahan baku aspal plastik di Indonesia. “Sekarang yang jadi masalah kita harus mendapatkan intensif bahan bakunya. Karena bahan baku untuk membuat setiap 1 kilometer dengan lebar aspal 7 meter, tebal 10 sentimeter membutuhkan 3-4 ton cacahan plastik. Kendalanya harganya belum nyambung, jadi harga plastik dari KemenPUPR harus disinkronkan dengan pengepul plastik,” ujar Safri.

Safri menilai biaya perawatan untuk aspal plastik tidak tinggi. Mencontoh India yang sudah memiliki 100 ribu kilometer aspal plastik, kata Safri, juga tidak ada perawatan khusus. Sehingga semestinya harga plastik bisa ditinggikan.

Baca juga: Inisiatif Taman Terapung Yang Terbuat Dari Daur Ulang Sampah Plastik

Ia juga menampik bahwa jalanan yang dibuat dari daur ulang plastik akan mengeluarkan senyawa beracun. Karena prosesnya hanya melelehkan benda padat ke cair dan tidak sampai mengeluarkan gas atau uap. Safri mencontohkan plastik untuk aspal dipanaskan dalam suhu 180 derajat celcius dan masih di bawah 200 derajat. “Dioksin keluar kalau temperaturnya antara 250-300 derajat celicus. Kalau ini ketika dipanaskan suhunya 180 derajat celcius. Jadi, proses materialnya tidak menjadi gas,” ucap dia.

Safri mengatakan pemerintah akan memperluas jalan aspal plastik ke daerah dan mewajibkan penerapannya ke seluruh Balai Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Wilayah yang mengembangkan jalan plastik, kata Safri, di antaranya Cilegon, Jakarta, Bekasi, Depok, Bali, Semarang, hingga Makassar dengan panjang mencapai lebih dari 100 kilometer. “Program ini tetap akan berlanjut, kita buat secara masif. Karena secara pilot project sudah selesai,” tutup Safri.

Penulis: Dewi Purningsih

Editor: Devi Anggar Oktaviani

Top