Tahun 2016, Penegakan Hukum Lingkungan Harus Lebih Melibatkan Masyarakat

Reading time: 3 menit
Aksi Jalan Santai Kampanye Penegakan Hukum Lingkungan Bersama Menteri Lingkungan Hidup & Kehutanan. Foto : Bachran Mile

Jakarta (Greeners) –  Kebakaran hutan besar yang terjadi pada tahun 2015 adalah harga sangat mahal yang harus dibayar akibat pembiaran atas pengrusakan hutan dan gambut yang terjadi selama beberapa dekade. Untuk itulah segenap komponen masyarakat, tidak hanya pemerintah, perlu mencapai kemajuan dalam kesadaran yang lebih besar mengenai pentingnya perlindungan hutan dan ekosistem gambut.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani kepada Greeners mengatakan dalam tujuh bulan berdirinya Direktorat Penegakan Hukum Lingkungan, KLHK sudah berupaya dalam mengantisipasi praktek kejahatan lingkungan dan berusaha selalu menghadirkan negara ke tengah masyarakat.

Menurutnya, hal ini perlu dilakukan karena kejahatan lingkungan merupakan kejahatan yang sangat luar biasa dan berdampak pada banyak orang serta merugikan bahkan mengancam keselamatan jiwa masyarakat.

“Penegakan hukum lingkungan ini tentu harus dilakukan berdasarkan komitmen penuh serta konsistensi dalam memberikan perlindungan lingkungan terhadap alam dan masyarakat,” katanya, Jakarta, Senin (28/12).

Saat ini, terusnya, beberapa kejahatan lingkungan yang tercatat oleh Direktorat Penegakan hukum memiliki bentuk dan modus yang bervariasi. Mulai dari kejahatan terkait pembakaran hutan dan lahan, illegal logging, perambahan kawasan hutan, perdagangan tumbuhan dan satwa yang dilindungi, pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat maupun korporasi bahkan hingga penyelundupan limbah maupun bahan kimia ilegal.

Untuk mengantisipasi praktek kejahatan tersebut, lanjut pria yang akrab disapa Roy ini, KLHK melalui Direktorat Penegakan Hukum Lingkungan telah melakukan beberapa langkah yang dimulai dari pencegahan dengan pendekatan yang ringan seperti melakukan edukasi kepada masyarakat, mendorong peraturan perangkat kebijakan hingga paling tidak mengurangi potensi kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan dan melakukan pengawasan yang lebih intensif.

“Kita juga melakukan patroli pengamanan di kawasan-kawasan hutan maupun di kawasan-kawasan yang dilindungi. Di samping itu penindakan sendiri juga dilakukan baik pemberian sangsi administrasi, pidana maupun perdata,” tuturnya lagi. Untuk kedepannya, ia mengaku akan membutuhkan bantuan dari banyak pihak melihat penerapan penegakan hukum lingkungan dan kehutanan merupakan kejahatan yang cukup kompleks. Oleh karena itu, nantinya Direktorat Penegakan Hukum ini akan bekerjasama dengan beberapa pihak terkait upaya pendekatan pencegahan dan penindakan dalam sisi yang lebih scientific (keilmuan).

“Di sinilah kita butuh peningkatan kapasitas-kapastitas sumber daya manusia yang juga memadai khususnya yang berbasis pendekatan ilmiah untuk memudahkan para hakim dalam memahami persoalan-persoalan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan ini,” tambah Roy.

Terkait hakim yang tidak bersertifikat lingkungan , ia pun memahami bahwa keberadaan hakim-hakim bersertifikat lingkungan masih sangat minim. Namun pihaknya tentu mendukung dan terus mendorong penguatan-penguatan hakim bersertifikat lingkungan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung.

Disamping itu, pihaknya juga akan memperkuat sistem registrasi kasus-kasus yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan kehutanan di mana nanti akan ada registrasi khusus sehingga memudahkan para hakim dalam memonitor kasus-kasus kejahatan lingkungan tersebut.

“Ini sudah kita lakukan. Kita mendukung Mahkamah Agung untuk memperkuat hakim-hakim bersertifikat lingkungan ini. Saat ini kalau tidak salah itu kan sudah ada 216 hakim ditambah 150 yang sedang dalam penguatan sertifikasi lingkungan ya,” pungkasnya.

Kepala Greenpeace Indonesia Longgena Ginting mengatakan saat ini masih banyak pihak yang menanti kebijakan perlindungan dan penegakan hukum lingkungan dan kehutanan termasuk perlindungan lahan gambut yang lebih bersifat permanen untuk mencegah kebakaran hutan yang lebih buruk lagi di tahun-tahun mendatang. Kebijakan perlindungan lahan gambut ini, bisa dituangkan dalam bentuk  Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) agar cukup kuat untuk meninjau ulang izin-izin Hak Guna Usaha (HGU) yang telah dikeluarkan di atas lahan gambut.

“Kita juga berharap ketegasan pemerintah bagi perusahaan kehutanan yang terus merusak hutan dan gambut dan mendukung inisiatif yang menuju kebijakan Nol deforestasi,” tegasnya.

Di sisi lain, ia juga melihat ancaman serius yang masih terjadi bagi pembela-pembela lingkungan seperti Salim Kancil dan juga komunitas lokal, masyarakat adat dan para pemilik tanah di mana pembangunan berlangsung. Konflik masih sering terjadi dan berpotensi akan terus terjadi apabila pendekatan sosial yang baik tidak dilakukan.

“Penegakan hukum harus dibuat adil, dan bukan hanya tajam ke bawah namum tumpul ke atas. Proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Dirjen Penegakan hukum perlu dilakukan dengan pelibatan masyarakat yang lebih luas, dengan melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pakar, Universitas dan komunitas lokal yang relevan,” tandasnya.

Penulis : Danny Kosasih

Top