10 Daerah Terapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar

Reading time: 3 menit
Jalanan Jakarta
Ibu Kota DKI Jakarta menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai Jumat. 10 April 2020. Foto: shutterstock.com

Jakarta (Greeners) – Sebagai upaya memutus rantai penyebaran Covid-19, sebanyak 10 daerah di Indonesia telah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Banyaknya kasus positif tanpa gejala atau dengan gejala minimal yang berpotensi menularkan virus korona menjadi dasar kepala daerah memberlakukan PSBB.

Pada Senin, 13 April 2020, Presiden Joko Widodo telah menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional. Hal itu kemudian dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Melalui PSBB pemerintah daerah dinilai dapat memperkuat imbauan sebelumnya seperti tetap tinggal di dalam rumah, menjaga jarak fisik, menggunakan masker dan membatasi kegiatan agama dan sosial budaya lainnya. Penanggulangan Covid-19 dengan cara tersebut diharapkan dapat menekan penyebaran virus di masyarkat.

Baca juga: Sejarah Wabah dan Respons Pemerintah dalam Menghadapinya

Provinsi DKI Jakarta menjadi daerah pertama yang menyatakan PSBB sejak disetujui oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto pada 7 April 2020 lalu melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/239/2020.

Adapun daerah yang menyusul DKI Jakarta untuk menerapkan PSBB yakni, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan Kota Pekanbaru.

Juru Bicara Pemerintah untuk Percepatan Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan, Kota Pekanbaru di Provinsi Riau menjadi daerah yang baru menetapkan PSBB setelah kota itu menjadi episentrum Covid-19. Secara epidemiologis, kata dia, ini menjadi sumber untuk Provinsi Riau dan sekitarnya.

“Sepuluh kabupaten dan kota tersebut telah menerapkan PSBB. Itu semua untuk membatasi aktivitas sosial yang ditujukan melindungi semua yang rentan dan memutus rantai penularan sehingga mengurangi angka orangpositif dan meninggal dunia,” ujar Yuri dalam keterangan resminya di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Rabu (1/04/2020).

Safrizal ZA

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Safrizal ZA. Foto: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Syarat Pemberlakuan PSBB

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Safrizal ZA menuturkan, pemerintah daerah juga harus menghitung kesiapan seperti ketersediaan kebutuhan hidup dasar bagi masyarakat. Menurutnya Pembatasan Sosial Berskala Besar dapat menyebabkan masyarakat sulit mencari nafkah karena semuanya melaksanakan pembatasan gerakan dengan tetap tinggal di rumah.

Kedua, lanjut dia, pemerintah daerah harus menghitung kebutuhan sarana dan prasarana kesehatan, mulai dari ruang isolasi, karantina, ketersediaan tempat tidur, termasuk alat kesehatan lainnya, seperti Alat Pelindung Diri, termasuk ketersediaan masker untuk masyarakat.

Safrizal mengatakan kepala daerah juga harus menghitung biaya untuk tiga kegiatan utama di daerah. Pertama, pemenuhan alat kesehatan, kedua menghidupkan industri yang mendukung kegiatan pembatasan atau penanganan Covid-19, serta kebutuhan pelayanan dasar melalui bantuan sosial bagi masyarakat.

Baca juga: Perburuan Satwa Liar Masih Terjadi di Tengah Pandemi

Bupati atau Wali Kota, kata dia, juga harus menyiapkan operasionalisasi jaringan pengamanan sosial. Sebelum mengajukan kegiatan tersebut, pemerintah daerah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum. Safrizal menuturkan, operasional dapat dijalankan paling lama dua hari setelah prasyarat diajukan.

“Jika kondisi dan prasyarat yang diajukan sudah memenuhi akan dikeluarkan penetapan. Namun, jika masih kurang, Menteri Kesehatan dapat mengembalikan untuk diperbaiki data-data pendukungnya,” ujarnya.

Dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar, semua masyarakat yang tidak memiliki kepentingan untuk keluar rumah tetap dianjurkan agar tinggal di dalam rumah. Namun, hal tersebut dikecualikan bagi beberapa pihak yang menjalankan tugas dan terpaksa harus keluar rumah.

Achmad Yurianto

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto. Foto: Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Penanggulangan Bencana di Tengah Pandemi

 Tantangan lain di tengah pandemik wabah penyakit yang disebabkan SARS-CoV-2 adalah penanggulangan bencana alam. Menurut Praktisi Bencana Said Faisal, tantangan utama yang akan dihadapi meliputi pengorganisasian, penganggaran, regulasi, dan logistik. Ia mengatakan, perlu pendekatan jalur ganda di samping berfokus dalam penanganan Covid-19 di Gugus Tugas. Penyusunan mekanisme dan sumber daya, kata dia, juga perlu disiapkan untuk mengantisipasi dan menangani bencana alam dalam situasi pandemi.

“Tantangan setidaknya sudah diantisipasi bagi daerah yang sudah menerapkan PSBB dan harus benar-benar siap dalam upaya penanganan darurat di wilayah tersebut,” ujar Said.

Keterlibatan masyarakat menjadi kunci penting dalam penanganan bencana alam di tengah wabah, termasuk dalam hal pengerahan sumber daya, logistik, tanggap darurat, dan pemulihan kembali pascabencana.

BNPB mencatat, data bencana hingga 10 April 2020 berjumlah 1.069 kejadian. Bencana hidrometeorologi masih mendominasi kejadian di Indonesia. Bencana banjir tercatat sebanyak 388 kejadian, puting beliung 320 kejadian, dan tanah longsor 243 kejadian. Bencana lain yang jumlahnya tinggi yaitu kebakaran hutan dan lahan sebanyak 109 kejadian.

Penulis: Dewi Purningsih

Editor: Devi Anggar Oktaviani

Top